TRI HITA KARANA
Tri Hita Karana berasal dari bahasa
Sansekerta yang berarti Tri adalah tiga, Hita adalah kebahagiaan, dan Karana
adalah penyebab. Jadi Tri Hita Karana dapat diartikan Tiga
penyebab terciptanya kebahagiaan. Pada hakikatnya Tri Hita Karana mengandung pengertian tiga
penyebab kebahagiaan itu bersumber pada keharmonisan hubungan antara:
- Hubungan baik manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
- Hubungan baik manusia dengan manusia lainnya.
- Hubungan baik manusia dengan lingkungannya.
Dibawah ini penjelasan lebih lanjut
tentang bagian-bagian dari Tri Hita Karana.
- Hubungan baik manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Manusia adalah ciptaan Tuhan, dan Atman
yang ada dalam diri manusia merupakan percikan sinar suci kebesaran Tuhan yang
menyebabkan manusia dapat hidup. Oleh karena itu, manusia berhutang nyawa
terhadap Tuhan. Umat Hindu wajib berterima kasih, berbhakti dan selalu sujud
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Rasa terima kasih dan sujud bhakti itu dapat
dinyatakan dalam bentuk puja dan puji terhadap kebesaran Nya, yaitu :
- Dengan bersembahyang dan melaksanakan yadnya.
- Dengan melaksanakan Tirtha Yatra atau Dharma Yatra, yaitu kunjungan ketempat-tempat suci.
- Dengan melaksanakan Yoga Samadhi.
- Dengan mempelajari, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama.
2.
Hubungan baik manusia dengan manusia lainnya.
Sebagai mahluk sosial, umat Hindu tidak dapat hidup menyendiri. Mereka memerlukan bantuan dan kerja sama dengan orang lain. Karena itu hubungan antara sesamanya harus selalu baik dan harmonis. Hubungan antar manusia harus diatur dengan dasar saling asah, saling asih dan saling asuh, saling menghargai, saling mengasihi dan saling membingbing. Hubungan antar keluarga dirumah tangga harus harmonis. Komunikasi antara orang tua dan anak harus berjalan dengan baik begitu juga sebaliknya.
Beranjak ketingkat berikutnya, hubungan
baik dengan tetangga sekitar lingkungan rumah kita juga harus terjaga dengan
baik. Selanjutnya beranjak kehubungan manusia lainnya yaitu hubungan dengan
masyarakat lainya juga harus harmonis. Hubungan baik ini akan menciptakan
keamanan dan kedamaian lahir batin di masyarakat. Masyarakat yang aman dan
damai akan menciptakan negara yang tenteram dan sejahtera.
Memang sepantasnya dan
seharusnya kita mejalin hubungan tersebut dengan baik, tanpa ada perselisahan
antara manusia atau masyarakat yang satu dengan yang lainnya.
3.
Hubungan baik manusia dengan
lingkungannya
Manusia hidup dalam suatu lingkungan.
Manusia memperoleh bahan keperluan hidup dari lingkungannya. Manusia dengan demikian
sangat tergantung kepada lingkungannya. Oleh karena itu umat Hindu harus selalu
memperhatikan situasi dan kondisi lingkungannya. Lingkungan harus selalu dijaga
dan dipelihara serta tidak dirusak. Lingkungan harus selalu bersih dan rapi.
Lingkungan tidak boleh dikotori atau dirusak. Hutan tidak boleh ditebang
semuanya, binatang-binatang tidak boleh diburu seenaknya, karena dapat
menganggu keseimbangan alam. Lingkungan justu harus dijaga kerapiannya,
keserasiannya dan kelestariannya. Lingkungan yang ditata dengan rapi dan bersih
akan menciptakan keindahan. Keindahan lingkungan dapat menimbulkan rasa tenang
dan tenteram dalam diri manusia.
Dalam umat hindu, hubungan baik antara
manusia dengan lingkungan diwujudkan dalam bentuk upacara butha yadnya seperti
halnya mecaru. Umat hindu melakukan upacara tersebut agar hubungan antara
manusia dan lingkungan tetap terjalin dengan baik.
Kaitan
Tri Hita Karana dalam berbagai Sumber
Kaitan
Tri Hita Karana dengan Panca Maha Butha
Dalam Lontar
“Buana Kosa” disebutkan bahwa tubuh manusia diciptakan oleh Yang Maha Esa dari
unsur-unsur alam semesta yang disebut panca mahabhuta, yaitu: pertiwi, apah,
bayu, teja, dan akasa. Oleh karena itu manusia dikatakan adalah bagian dari
Tuhan.
Pengertian
panca mahabhuta ada dua, yakni panca mahabhuta yang berbentuk tubuh manusia
disebut buana alit, dan panca mahabhuta yang berbentuk alam semesta disebut
buana agung.
Analogi
pemikiran Mpu Kuturan adalah: tubuh manusia sebagai stana sanghyang atma
(Brahman) adalah sakral dan wajib dijaga dan dipelihara dengan sebaik-baiknya.
Dengan demikian maka alam semesta juga wajib dijaga dan dipelihara, karena
tubuh manusia (buana alit) adalah juga alam semesta (buana agung).
Kaitan
Tri Hita Karana dengan Nyepi
Nyepi yang dilaksanakan oleh pemeluk Hindu-Bali setiap
penanggal ping pisan sasih kadasa (tanggal satu bulan ke-10 menurut kalender
Saka-Bali) dalam rangka merayakan tahun baru Saka, adalah salah satu
pelaksanaan Trihitakarana.
Sehari sebelum Nyepi dilaksanakan upacara tawur kasanga (bhuta
yadnya pada akhir bulan ke-9). Bhuta Yadnya dalam kaitan ini berarti “korban
yang diadakan untuk memohon keseimbangan dan keharmonisan alam”.
Pada saat Nyepi, umat Hindu-Bali melaksanakan catur berata
(empat pantangan), yaitu:
1.
Amati
karya (tidak bekerja)
2.
Amati
gni (tidak menyalakan api atau membakar sesuatu)
3.
Amati
lelungaan (tidak bepergian)
4.
Amati
lelanguan (tidak menghibur diri atau bersenang-senang)
Dengan demikian, aplikasi
Trihitakarana dalam perayaan Nyepi terlihat dengan jelas, baik dari aspek parhyangan,
pawongan, maupun palemahan:
1.
Aspek
parhyangan terlihat di saat Nyepi, umat Hindu-Bali melakukan samadi, dan
bersembahyang memuja kebesaran Ida Sanghyang Widhi.
2.
Aspek
pawongan terlihat adanya kegiatan dharma santih, yakni saling berkunjung dan bermaaf-maafan.
3.
Aspek
palemahan terlihat dari tujuan tawur kesanga seperti yang diuraikan di atas,
dan dengan adanya catur berata, manusia tidak mengotori udara dengan gas-gas
buangan hasil pembakaran atau dikenal dengan istilah emisi gas rumah kaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar